|

Fla Je t’ Aime



Ada mata yang memandangku dari pojok kelas. Mata bulat milik Fe. Mata milik cowok yang paling nyebelin, judes, sok pinter, ect.
“Fla…!” aku dikejutkan oleh suara yang sangat kukenal. Suara yang selalu terdengar kalau ada guru yang nanya. Suara sendu milik Fe.
“Iya?”
“Agenda belum diisi!”
Uh… dan cowok ini makin sok aja setelah mengalahkan Geryn dalam pemilihan ketua kelas. Makin kuasa. Aku mengangguk pura-pura tulus. Padahal… basa basi! AKu bergegas ke meja guru dan mengisi agenda kelas.
“Fla…!” teriak Fe lagi. Ada apa sih? Rese amat sih.
“Iya Fe?”
“Ini…. Sosiologi nyatet lagi. Bu Irennya mau arisan dulu sama ibu-ibu Dharma Wanita!”
“Arisan?!?” keluhku.
“Selesaikan dari halaman 15-20. Kamu rangkum  aja biar kita cepet istirahat!”
Diktator! Rutukku dalam hati.
“Udah deh… jangan merintah-merintah kayak gitu! Aku bukan budakmu, tau!” kataku sambil merebut buku Sosiologi dari tangan Fe yang lalu mencekal tanganku.
“Mau apa?” tantangku sambil memandang sinis ke mata coklatnya. Fe melepaskan cekalannya dari lenganku dan pergi.
Duh… rugi juga jadi sekretaris kelas. Tiap hari disuruh nulisssss terus. Mana nggak digaji lagi. Si Fe juga, kenapa nyalonin aku jadi sekretaris? Trus anak-anak malah milih aku. Tanpa merasakan pengorbanan seorang sekretaris yang bertanggungjawab.
“Flaaa…!” Teriak Mayang cuek.”Nulisnya jangan kecepetan! Nyantei aja ya… dan jangan banyak-banyak!”
“Kalo mau protes, tus sama Fe aja! Aku kan cuman pelaksana aja!”
“Protes? Sama Fe? Palingan dicuekin! Mending protes sama kamu aja, Fla!”
Amarahku tercekat di tenggorokan. Uh… pengen rasanya ninggalin kelas skarang juga. Tapi kasian kan anak-anak yang nyatet.
***
Senin.
Hari mendung sekali. Mungkin pertanda buruk. Tapi anak-anak udah siap berjejer di lapangan. Riuh sekali, dan dari tiap kelas terdengar cerita-cerita sisa malam minggu. Serial Sinbad, Sabrina The Teenage Witch, The New Adventure of Lois and Clark, diapelin, dll. Meski upacaranya udah dimulai, tapi nggak ada kekhidmatan sama sekali. Dimulai dari petugas upacara kelas satu yang nggak berkualitas; bendera kebalik, pemimpin upacara yang sakit tenggorokan, sampai obade yang masih kedinginan jadi suaranya nggak keluar. Di depan barisan kelas 2-3, Fe berdiri dengan gagah. Emang Superman? Hah… gagah? Nggak sama sekali!
“Pengumuman-pengumuman!” kata protokol nggak lantang. Kalo udah acara pengumuman-pengumuman, pasti upacara bendera sebentar lagi berakhir. Pak kepala bagian kesiswaan telah berdiri di podium menyampaikan pengumumannya.
“Anak-anak, mulai bulan ini SPP dihapus, jadi bulan ini iurannya dikurangi… bla bla bla…!” Walaupun informasi ini telah diketahui sebagian besar siswa, tapi tak urung kami semua bertepuk tangan dengan girang.
“Dan…!” sambung Pak Guru. Dia berhenti sejenak untuk menciptakan efek dramatis. “Mulai bulan depan… karena kedatangan SMU Karangpawitan yang belum memiliki gedung sendiri…!” Pak Guru diam lagi. Tetapi kali ini disertai koor 360 orang siswa kelas dua yang tak senang mendengar berita selanjutnya.
Menurut issue yang beredar dalam seminggu terakhir, kelas dua akan mulai sekolah siang karena ada sekolahan baru yang blom punya gedung itu. Kami benci kalau itu terjadi. Sekolah siang itu benar-benar menyebalkan.
“Karena itu, semua murid kelas dua akan sekolah siang mulai bulan depan!”
Dengungan kecewa itu semakin kentara terdengar. Ucapan Pak Seno selanjutnya tertelan suara jeritan yang membahana memenuhi lapangan pagi itu.
“Fe! Pimpin kami demo!” teriakku.
“Kita mogok belajar!!” Via yang ekstrimis.
“Ayo kita bikin petisi! Surat tanda nggak setuju! Tandatanganin sama semua siswa kelas dua!” teriak Lily menggebu-gebu. Sementara Innyta memenangkan Aliya, si sensitif, yang menangis tersedu-sedu.
Sebagai KM, Fe hanya diam menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Anak-anak cowok yan pada cuek udah pada kembali ke kelas, ngerjain peer Matematika yang malas mereka kerjakan di rumah.
“Fla… udah nggak ada gunanya kita bediri disini! Mereka bakalan cuekin kita, dan hari makin panas! Kita rugi sendiri, mending pilih jalur legal aja!” kata Lily sambil menyeretku berjalan ke kelas.
“Kesalahan kita satu! Dari dulu kita nggak pernah kompak dalam hal-hal kayak gini. Ini keputusan sepihak, harusnya kita dilibatkan kalo mau disuruh sekolah siang! LAgian kenapa nggak mereka aja sih yang sekolah siang! Kan mereka yang numpang di sekolahan kita! Taon lalu, kita emang sekolah siang gara-gara ngebangun kelas belakang, tapi kenapa mesti angkata kita lagi sih yang sekolah siang? Sekolah siang itu cape tau nggak sih… mana panas lagi! Kitanya nggak fresh, bawaannya ngantuk!” gerutuku panjang lebar, menolak diseret Lily.
“Ya udah Fla… kita bubar aja sekarang!” kata Fe menengahi, tapi tak mampu menenangkan emosiku. Malah, bikin aku makin sebel.
Masalah makin ruwet waktu Innyta lapor kalo Sisi ilang. Kamu sibuk nyari, di WC, kantin, BP, ruang UKS, ruangan piket, kemana-mana, eh… taunya Sisi ketemu lagi ngerumpi di kelas laen. Hue… tadinya aku mau jadikan ilangnya Sisi gara-gara mau sekolah siang. Ternyata….
“Fla!” seru Anya.
“Ada apa?”
“Ferrin manggil kamu tuh!”
“Dasar besi! Dia aja yang kesini, dia kan yang butuh?” sahutku judes.
“Ferin di BP!”
“Hah? Ngapain?”
“Tadi dia pergi sendirian ke kantor kepala sekolah, protes soal sekolah siang itu, sekarang dia lagi disidang di BP!” jawab Anya. Aku jadi pengen ketawa. Bego. Bolot. Stupid. Ngapain jalan sendirian? Dia kan punya anak buah yang siap ngedukung dia buat memprotes rencana sekolah siang itu!
“Katanya Ferrin takut kamu nggak mau diajak kerjasama! Kamu kan emosional gitu. Trus dia kasian kalo kamu kena getahnya juga!”
“Heh? Napa harus kasian?”
“Kamu datang aja deh ke sana! Lagian dikasih tau kok malah marah-marah si Fla?” kata Anya kesal.
Dengan malas kuseret kakiku ke ruang BP. Ah Fe… ngapain marah-marah sendirian. Klo misalnya kita harus diskors gara-gara protes, ya diskorslah kita bareng-bareng!
“Assalamualaikum!” kataku begitu masuk ruang BP.
“Hei Fla… masuk sini!” katanya girang.
“Ngapain kamu di sini?” tanyaku dingin.
“Emang Anya blom ngasih tau, ya? Kita kan mau demo!” ujarnya girang. Hah… gila. Aku meraba kening Fe yang sama sekali nggak panas.
“Panas!” ujarku bohong.” Harusnya kamu ke ruang UKS aja… kamu demam yah? Lagian, mau konsul sama meja?” tanyaku setelah mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tak ada siapa-siapa di tempat itu kecuali aku dan Fe.
Brug.
Ups.
Raksasa yah?
Ternyata hanya langkah Bu Fatty yang lagi pegang pizza.
“Sori ya! Kelamaan, di kantor tadi ada pesta menyambut kemenangan kepsek. Ya, ada masalah apa?”
“Bu! Kamu nggak setuju kalo kelas 2 sekolah siang! Taon kemaren kan udah bu… kita yang sekolah siang! Masa sekarang angkatan kami lagi yang sekolah siang? Cape kan bu! Udah haus terus…produksi keringat berlebihan, kita kan ABG…. kalo siang makin parah ntar bau badannya! Trus ngantuk terus..nggak fresh!”
“Oh… kalo ngantuk ya bawa bantal aja, trus tidur!” ujar bu Fatty terkekeh-kekeh, solah-olah abis mengatakan sesuatu yang lucu.
“Ibuuu… kami serius! Pokonya kami ingin mengajukan tuntutan! Kami nggak mau sekolah siang, kelas satu aja bu yang sekolah siang!”
Bu Fatty tersenyum arif, sikap nyebelin nan nyinyirnya detik lalu hilang seketika.
“Jadi kalian pikir kelas satu nggak akan mengeluh dan pasrah begitu saja?”
“Tapi Bu, kami kan…!” protesku sambil gemas pada Fe yang dari tadi diem aja nggak melakukan apapun.
“Pak Kepsek bilang, tuntutan kalian akan dipertimbangkan. Kalian tenang aja, kami akan memutuskan yang seadil-adilnya buat semua pihak. Sekarang kalian kembali ke kelas ya? Pelajaran siapa sekarang?” Ujar Bu Fatty menutup kasus. Uuuh… nggak puas ah!
***
“Kalian pacaran yah?” Tanya Anya tiba-tiba.
“Siapa?” kataku acuh tak acuh.
“Kamu… sama Ferrin!”
Huahahahaha… aku tertawa sampai tersedu.
“Dapet gossip dari mana? Nggak mungkin laaaah!”
“Kata si Geryn tuh!” katanya. Sudut matanya menunjuk Geryn yang duduk di baris ketiga. Oh no! What a nightmare! Masa Geryn, ngegosipin aku sama Fe? Geryn… sebagai kecengan abadiku sejak SMP? How come???
“Fla… kamu hebat deh! Aku salut! Ferin yang anti cewek gitu bisa terpikat sama kamu. Malah, sekarang dia udah ga judes lagi sama anak-anak cewek!”
Aku geleng kepala. “Terserah deh! Buatku si Fe itu masih senyebelin dulu!” kataku sambil pergi dari Anya.
“Fla!” teriak Gery. Deg degan nih.
“Kamu ada acara nggak ntar malem?”
“Nggak… mo ngerjain peer dan nonton Layar Emas… ada mas Keanu! Hihihi!”
“Boleh kuganggu acaramu itu? Ngerjain peer besok pagi aja!” bujuknya.
“Emang ada apa?”
“Aku punya undangan sweetseventeennya Winda, aku mau ngajak kamu!”
“Oh ya? Kalo kamu mau minta izin sama ortuku ngajak pergi malem-malem, ya… aku ikut… asal diizinin sama mereka!” ujarku diplomatis.
“Ya deh… kalo gitu ntar pulang bareng! Aku anterin kamu!”
Aku senyum hepi. Setengah nggak percaya. Akhirnya Geryn….
“Buat manas-manasin Fe juga!” bisiknya.
Ha? Ngapain manasin Fe? Apa urusannya? Tapi… boleh juga deng!
“Mmmm Fla….!” Kelakuan Geryn sumpah… ANEH BANGET. Waktu dia bilang gitu, dia menatapku tajam. “Je’t Aime…!” What? Kali ini dia bikin keseimbanganku terganggu. Hampir saja aku jatuh mendengar ucapan cinta dalam bahasa Prancis itu.
“A..a..apa?” tanyaku terbata, meyakinkan pendengaranku.
“Je’t Aime itu salam perpisahan di Prancis!”
“Oh…!” ucapku bego.
Anak SMP juga tau Je’t Aime artinya apaan!
***
Peristiwa itu hanya awal dai pendekatan Geryn, yang bikin Fe, entah kenapa uring-uringan terus. Mungkin dia emang bener-bener suka sama aku, ehm. Dan sejak saat itu, aku juga jadi sering ke rumahnya Geryn, makin deket sama ibunya yang baik hati dan jagoan bikin cake.
“Fla… boleh ngomong bentar?”
“Eh… Fe….!” Kataku speechless.
“Aku…!”
“Ya?”
“Aku… cemburu!”
“He?”
“Sama kamu dan Geryn! Kayaknya aku jatuh cinta deh sama kamu!”
Aku sukses terbengong-bengong bloon. Fe? Jatuh cinta sama aku? Bumi muter ke arah berlawanan yah? Tak ada yang bisa kukatakan. Aku nggak cinta sama Fe. Lama aku terdiam, membiarkannya berharap menunggu sesuatu keluar dari mulutku.
“Fe… aku…!”
“Nggak apa-apa kok kalo kamu nggak bisa jawab sekarang! LAgian aku nggak minta kamu jadi pacarku kok! Aku cuma mau bilang itu aja… aku… pergi… yah!”
“Fe… maafin aku Fe…!”
Cowok itu berlalu, meninggalkanku kebingungan. Gundah gulana.
***
“Fla…!”sapa Geryn ketika kami ketemu di kantin.
“Hey, abis dari mana Ger?”
“Nyariin kamu!”
“Ada apa?”
“Pengen cerita!”
“Cerita apaan?”
“Aku… balik lagi sama Winda!” ujarnya sambil menyeringai senang. Tapi efeknya padaku, langsung mual-mual. Tempe mendoan yang tadi masuk perutku langsung meronta penegn keluar lagi.
“Oh… ya?” suaraku tercekat di tenggorokan. Bagaimana pun, itu menyakitkan. Sangat. Dan Geryn mengatakannya seolah tanpa beban. Bagaimana dengan je’t aime yang kamu katakan dulu? Dan sikap manismu selama ini? Apakah kamu cuma nganggap aku temen biasa?
“Woi… kamu kenapa? Kok diem?”
“Nggak kenapa-napa!” dustaku. “Selamat yah!”
“Kamu nggak marah kaaaan?” godanya.
“Marah kenapa… aku kan bukan siapa-siapamu?” gumamku.
“Yah… kamu kan, jadi ga ada partner manas-manasin Fe lagi!” ujarnya lucu. Aku nyengir nggak minat. Perih bo!!!
“Eh, pinjem peer kimianya dong! Susah banget soal yang nomer tiga. Udah diotak atik gimana pun hasilnya masih nggak masuk akal!”
“Bukunya di kelas kali!”
“Ya udah… tar minjem yah!”
“Iya…!” jawabku ogah-ogahan.
“Makasih yaaaa!” tangannya mengacak-acak rambutku.
Pulang sekolah,
Sampai kamar,
Air mataku tumpah ruah di bantal.
Siaaaaallllll.
***
Malam minggu. 15.30. Telepon rumah berdering.
“Gi ngapain Fla?” tanyanya setelah aku mengucapkan halo. Geryn.
“Ke rumahku yuk… Mamaku bikin black forest tuh!”
“Ajakin Winda aja!” kataku males-malesan.
“Males ah… Winda suka garing! Lagian kan dia takut gendut dan jerawatan… mana mau makan black forest!
Aku menyerah. Setelah dua kali naik angkot menuju rumah Geryn, aku sudah berada di depan pintu, menjinjing buah-buahan buat mamanya Geryn.
“Hey Fla!” Mama Geryn membukakan pintu untukku. Wangi kue tersebar I seluruh penjuru rumah. “Geryn di atas tuh! Dah nungguin kamu! Tapi kamu bantuin mama bikin black forest dulu ya!”
“Iya ma… ini buah!”
“Eh… pake repot-repot segala! Yuk langsung ke dapur aja! Geryn mah biarin aja… hehehehe. Nih mama udah siapin celemeknya!”
“Maaaaa… Fla udah datang ya ma?” gelegar Geryn dari kamarnya di lantai dua.
“Ck ck ck…!” Mama Geryn menggelengkan kepala melihat kelakuan anak lelakinya. “Anak itu…Fla…kamu ke atas aja! Geryn udah nungguin kamu tuh dari tadi, bolak baliiik terus naek turun tangga cuma buat nanyain rambutnya aja!”
Lho?
Aku melongo waktu liat kamar Geryn ditata kayak resto mewah. Ada dua candle di tengah meja, sama setangkai kuncup mawar, juga dua mangkuk es krim, duh… ada apa ini? Geryn kok jadi ngedadak aneh? Romantis lagi!
“Kamu gila?” itu kata yang pertamakali kukatakan padanya.
“Iya… abisnya si Winda ngejar-ngejar aku terus, en ngancem mau bunuh siapa aja yang jadi penghalang!”
“Terus?” tanyaku kaget. Geryn kok ngomongnya jadi ga nyambung?
“Nyalain deh lilinnya!”
“Nggak nyambung!”
“Ayo kita makan!”
Sambil makan es krim, mata Geryn tak lepas memandangku. Jadi grogi, tau! Jadi lupa dimana mulut dimana idung.
Ples. Angin meniup nyala lilin. Lalu terdengar suara orang naik tangga.
“Fla… cepetan ngumpet! Nenek sihir datang!”
“Ngumpet di mana?”
“Di mana aja deh!”
“Geryyyyn… aku nunggu kamu, tapi nggak dateng-dateng! Aku bosen di rumah, trus ke sini!”
“Mhhh… sori. Lupa!”
“Ger… kebelet nih!”
“WC-nya di bawah!”
“Di sini juga ada WC kan?”
Ups… aku merinding. Soalnya kan aku ngumpet di WC. Peduli amat… biar Winda menjerit dan marah-marah. Iseng aja kupake seprai putih yang tergantung dan…
“Aaaa…!” Winda menjerit pas buka pintu, tapi nggak pingsan malah bulu kuduku yang berdiri, soalnya jeritan Winda stereo banget.
“Ada apa sih?” Tanya Geryn.
“Ada orang nyoba nakut-nakutin aku pake seprai!”
“Tunggu di sini!”
Ups… kok Winda bisa tau sih siasatku?
“Winda… mana ah? Nggak ada siapa-siapa?” Tanya Geryn inosen.
“Kamu jangan bohong, itu es krim siapa?” Tanya Winda yang neliti meja makan.
“Ya buat kita!”
“Masa udah dimakan? Kamu ngumpetin si Fla ya? Cewek itu… mannaaa”
Takut ketauan, aku keluar dari WC-nya Geryn lewt jendela, trus ngumpet di tembok. Winda ngubek-ngubek WC tapi nggak nemuin seorang Fla-pun di sana.
“Udah ah Win, kamu rese banget jadi cewek! Aku nggak suka cewek rese! Aku suka sama cewek yang nggak suka merintah, ngak ngotot, nggak suka marah-marah kayak kamu…!”
Bruk… suara Geryn terhenti dikejutkan oleh sesuatu yang jatuh. Aku. Sakit bo! Jatuh dari lantei dua luayan juga. Ya amplop… ngapain lagi pake terjun bebas segala. Untung mendarat di kasur yang lagi dijemur mamanya Geryn. Tapi tak urung aku pingsan juga.
Aku menemukan diriku berbaring di kamar, ada poster The Corrs sama B*Witched, kalender Hello Kitty, dinding di cet kuning. Yah… ini kan kamarku. Mimpikah aku tadi? Tapi kok… seluruh badanku terasa ngilu.
Aku tidur lagi, dan ketika membuka mata, ada dua makhluk bernama cowok memandangiku cemas.
“Fla… kamu nggak apa-apa?” tanga mereka kompakan. Geryn, sama Ferrin. Aku menggeleng lemah.
“Eh… kabar baik! Sekolah siang nggak jadi!” kata Fe.
“Kamu tau dari mana? Emang ini hari apa?”
“Hari Senin!” jawab Geryn.
“Jadi aku kemaren tidur seharian penuh?” Aaah… pantas perutku lapar sekali. Kebluk juga.
“Iya!” mereka kompakan mengangguk.
“Kalian kenapa sih? Ngangguk ngangguk. Kayak burung kutilang aja!” Aku mencoba bangun. Aduuuh… sakit ternyata. Buru-buru mereka membantuku bangun. Tapi aku malah bingung liat kelakuan mereka.
“Kalian ngapain sih di sini?” tanyaku sambil melihat jam dinding. Jam setengah delapan. Pagi apa malem? Masa pagi-pagi mereka nggak sekolah. Malem? Ngapain lagi… atau jamnya mati kali ya?
“Aku nunguin kamu bangun. Aku pengen kamu cepet sembuh!” Geryn.
“Aku butuh kamu, Fla! Kamu matahariku! Aku merasakan sakitnya kalau kamu sakit!” Ferrin.
Aku mengucek mata dan telinga. Berharap kalau ini Cuma mimpi. Kok Fe bisa ngomong vulgar en super gombal gini sih?
“Papa ngizinin kalian masuk kamar?”
“Iya…Papa kamu bilang selama tidur kamu manggil-manggil nama Geryn!” ujar Geryn.
“Idih geer!”
“Biarin… akunya juga suka dibawa kamu sampai ke mimpi!”
Fe yang ngerasa jadi kambing congek segera menyelinap ninggalin kami berdua.
“Sori ya Fla… gara-gara aku kamu jadi kecelakaan! Aku bawain black forest bikinan Mama, khusus buat kamu! Utangku dulu!”
“Makasih! Dua hari ini gimana hubunganmu sama Nenek sihir itu?”
“Tau ah… udah out of order!”
“Perasaan kamu sebenarnya gimana sih?”
“Je’t Aime!” ucap Geryn penuh perasaan. Jantungku kembali bertabuh bunyi perkusi.
“Kamu serius, Ger?”
“Aku nggak pernah seserius ini! Apakah kamu sama seperti aku?”
“Iya! Tapi kamu pernah bilang kalau Je’t Aimer itu ucapan perpisahan!”
“A… aku bohong! Je’t Aimer itu artinya aku sayang kamu!”
“Aku juga tau sejal pertamakali kamu mengucapkan itu. Aku kan kursus bahasa Prancis!”
“Oh… begonya aku!” kata Geryn sambil menepuk keningnya. Gondok la yaw!
SMUNSTAR, 13 Februari 1999

Majalah Aneka Yess!, 1999

Posted by capunx on 6:42 PM. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 comments for "Fla Je t’ Aime"

Leave a reply

Blog Archive

Labels

Recently Added

Recently Commented